Senin, 26 Desember 2016

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.

Sifat-Sifat Nyeri
1.     Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2.     Nyeri bersifat subyektif dan individual
3.     Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4.     Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5.     Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6.     Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7.     Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8.     Nyeri mengawali ketidakmampuan
9.     Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal

     Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut :
1.    Nyeri bersifat individu
2.    Nyeri tidak menyenangkan
3.    Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
4.    Bersifat tidak berkesudahan



v  Reflek Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap.
Ø  Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik reseptor terkait.
Ø  Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Ø  Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis.
Ø  Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas.
  
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a)    Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b)   Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.



2.4       Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain:
1.   Usia  à Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.     Jenis kelamin à Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3.  Kultur à Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4.   Makna nyeri à Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5.  Perhatian à Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6.    Ansietas à Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7.     Pengalaman masa lalu à Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8.     Pola koping à Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9.     Support keluarga dan sosial à Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

Ø  Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nyeri :
a)    Budaya (etnis, keluarga, jenis kelamin, usia)
b)    Agama
c)    Strategi menyelesaikan masalah (“coping strategy”)
d)    Dukungan dari lingkungan
e)    Kecemasan atau stressor lain
f)     Pengalaman sakit yang lalu

2.5       Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1)    Skala intensitas nyeri deskritif
2)    Skala identitas nyeri numerik
3)    Skala analog visual
4)    Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
         :Tidak nyeri
1-3      : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
  baik.
4-6      : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
  dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
  dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9      : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapatmengikuti
  perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
  lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
  dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10        : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
  berkomunikasi, memukul.

2.6       Komponen-Komponen Nyeri
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
·         Resepsi        : proses perjalanan nyeri
·         Persepsi       : kesadaran seseorang terhadap nyeri
·         Reaksi           : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan
  Nyeri

2.7       Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
      Gate control theory :
Ø  Menjelaskan tentang transmisi nyeri
Ø  Transmisi impuls nyeri dapat dikendalikan dengan pintu gerbang (gate mekanism) dimana saat terbuka impuls dapat transmisi
Ø  Tetapi bila sebagian / seluruhnya tertutup, transmisi dihambat sebagian / seluruhnya

2.8       Nyeri Akut dan Nyeri Kronik (Acute and Chronic Pain)
v  Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang.

v  Nyeri kronik
Adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik :
Nyeri Akut :
Nyeri Kronik :
      Lamanya dalam hitungan menit
      Lamanya sampai hitungan bulan, > 6bln
      Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi
      Fungsi fisiologi bersifat normal
      Respon pasien: Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri menangis dan mengerang
     Tidak ada keluhan nyeri

      Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri
      Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri

Proses Keperawatan (ASKEP) Tentang Nyeri
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut.
1.    Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan.
·         Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan,  kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan   fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
·         Anamnese
     Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
·         Keluhan Utama / Alasan MRS
Ø  Keluhan yang dirasakan paling mengganggu.
Ø  Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
·         Riwayat Penyakit Sekarang
                    Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
Ø P (Provoking/Paliatif)
1.      Apakah yang menyebabkan nyeri?
2.      Apa saja yang dapat mengurangi & memperberat nyeri itu?
3.      Kejadian awal apakah yanAnda lakukan sewaktu gangguan pertama kali dirasakan?
4.      Apakah yang menyebabkan nyeri?
5.      Posisinya bagaimana?
6.      Aktivitas tertentu yang Anda lakukan?
7.      Penjelasan lebih lanjut?
8.      Untuk gangguan psikologis: Apakah nyeri terasa sewaktuAnda merasa tidak beraktivitas?
9.      Apakah yang menghilangkan gangguan?
10.   Apakah yang memperburuk gejala?

Ø  Q (Quality & Quantity / Kualitas & Kuantitas)
1)    Bagaimana gangguan dirasakan, nampak / terdengar?
2)    Sejauh mana Anda merasakan sekarang?
3)    Kualitas ?
4)    Bagaimana gangguan dirasakan, nampak / terdengar?
5)    Kuantitas?
6)    Sejauh mana gangguan dirasakan sekarang. Sangat dirasakan hingga tidak bisa melakukan aktifitas?
7)    Lebih parah atau lebih ringan dari yang dirasakan sebelumnya?

Ø  R (Regional/Area/Radiasi)
1.    Dimana gangguan nyeri dirasakan?
2.    Apakah nyerinya menyebar?
3.    Apakah merambat pada punggung atau lengan, merambat pada leher atau kaki?

Ø  S (Severity/Skala Keparahan)
·      Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala?
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien, adalah:
1.    Respiratory : bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2.    Sirkulasi : tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3.    Persarafan : tingkat kesadaran.
4.    Balutan :
ü  Apakah ada tube, drainage ?
ü  Apakah ada tanda-tanda infeksi?
ü  Bagaimana penyembuhan luka ?
5.    Peralatan :
ü  Monitor yang terpasang.
ü  Cairan infus atau transfusi.
6.    Rasa nyaman : rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7.    Psikologis : kecemasan, suasana hati setelah operasi.
·         Riwayat Kesehatan Dahulu
            Adanya riwayat penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
·         Riwayat Kesehatan Keluarga
            Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita nyeri atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
·         Riwayat Psikososial
            Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
·           Pemeriksaan Fisik
ü  Status Kesehatan Umum
            Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
·         Kepala dan Leher
            Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
·         Sistem Integumen
            Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
·         Sistem Pernafasan

Ø  Penatalaksanaan Perawatan
      Assesment
      Pengkajian ini meliputi obyektif dan subyektif.
1.    Data subyektif meliputi :
ü  Nyeri yang sangat pada daerah perut.
2.    Data obyektif meliputi :
ü  Napas dangkal
ü  Tensi turun
ü  Nadi lebih cepat
ü  Abdomen tegang
ü  Defense muskuler positif
ü  Berkeringat
ü  Bunyi usus hilang
ü  Pekak hati hilang


2.    Diagnosa Keperawatan
1.    Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
2.    Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
3.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4.    Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5.    Nyeri akut akibat fraktur panggul.
6.    Nyeri kronis akibat arthritis.
7.    Gangguan mobilitas akibat nyeri pada ekstrimitas.
8.    Kurangnya perawatan diri akibat ketidakmampuan menggerakkan tangan yang disebabkan oleh nyeri persendian.
9.    Cemas akibat ancaman peningkatan nyeri.

3.    Perencanaan (Intervensi Keperawatan)
Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
1.    Kaji nyeri klien & karakteristiknya tiap 2 jam dan 30 menit setelah manajemen nyeri.
2.    Hindari faktor yang menimbulkan nyeri (seperti: bladder penuh, posisi yang tidak nyaman, lingkungan yang tidak mendukung, bising, isolasi sosial).
3.    Ajak klien untuk menentukan teknik mana yang dipilih.
4.    Memodifikasi stimulus nyeri (Manajemen nyeri).
5.    Bantu dalam pemberian analgesik dan obat-obat tambahan /kombinasi.
6.    Rencanakan periode istirahat diantara aktivitas.
7.    Yakinkan ke klien bahwa ada banyak cara untuk mengurangi nyeri.
8.    Bantu klien napas dalam, relaksasi otot.
9.    Berikan kompres hangat / dingin.
10. Masase dengan perlahan area nyeri yang berlawanan.

Ø  Intervensi secara rinci :
1)    Diagnosa no. 1 : Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria Hasil : 
a)    Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
b)    Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
c)    Pergerakan penderita bertambah luas.
d)    Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Intervensi (Rencana Tindakan)
Rasional
1.  Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
1.  Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.  Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
                              
2.  Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3.  Ciptakan lingkungan yang tenang.
3.  Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.  Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
4.    Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5.  Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
5.  Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.  Lakukan massase dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
6.  Massase dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
7.  Obat–obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

2.    Diagnosa no. 2 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 
a)    Pergerakan paien bertambah luas
b)    Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
c)    Rasa nyeri berkurang.
d)    Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Intervensi (Rencana Tindakan)
Rasional
1.  Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
1.  Untuk mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
2.  Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
2.  Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3.  Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
3.  Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.

4.  Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
4.  Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5.  Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (pemberian analgesik) dan tenaga fisioterapi.
5.  Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

3.    Diagnosa no. 3 : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 
a)    Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b)    Emosi stabil, pasien tenang.
c)    Istirahat cukup.

Intervensi (Rencana Tindakan)
Rasional
1.  Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
1.  Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.  Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
2.  Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.  Gunakan komunikasi terapeutik.
3.  Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.  Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
4.  Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.  Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
5.  Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6.  Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara   bergantian.
6.  Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.  Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
7.  Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

4.    Diagnosa no.4 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
a)    Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
b)    Pasien tenang dan wajah segar.
c)    Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.

Intervensi (Rencana Tindakan)
                     Rasional
1.  Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
1.    Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.  Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
2.    Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.  Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
3.    Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4.  Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik  relaksasi.
4.    Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.  Kaji tanda-tanda kurangnya  pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
5.    Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

Ø  Perencanaan keperawatan lain :
     Mengurangi / membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri.
      Menggunakan berbagai teknik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami.
      Menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.

Ø  Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :
1.    Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar sudah ditegakkan.
2.    Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien untuk tidak makan dan minum.
3.    Monitoring cairan intra vena bila diberikan.
4.    Mencatat intake dan output.
5.    Posisi pasien seenak mungkin.
6.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
7.    Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi selesai.
8.    Monitoring tanda-tanda vital.

4.    Pelaksanaan (Implementasi Keperawatan)
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi  yang tepat dengan  selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.

Ø  Tindakan keperawatannya meliputi :
a)    Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output.
b)    Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c)    Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.
d)    Perawatan luka operasi secara steril.

5.    Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Bentuk evaluasinya antara lain :
  1. Menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri.
  2. Koping klien efektif.
  3. Klien mampu melakukan ADL.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
§  Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
§  Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
§  Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
1.    Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
     Suhu tubuh normal
     Nada normal
     Perut tidak kembung
     Peristaltik usus normal
     Flatus positif
     Bowel movement positif
2.  Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
3.  Pasien terbebas dari adanya komplikasi.
4.  Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
5.  Luka operasi baik.



Ø  Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien, meliputi;
1.    Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2.    Luka insisi normal tanpa infeksi.
3.    Tidak timbul komplikasi.
4.    Pola eliminasi lancar.
5.    Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6.    Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7.    Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
     Pengobatan lanjutan.
     Jenis obat yang diberikan.
     Diet.
     Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

Ø  Hasil yang diharapkan
- Pasien akan tetap merasa nyaman.
- Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan lukanya.
Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.



Sumber  :  http://nisastikesnu.blogspot.co.id/2013/09/asuhan-keperawatan-manajemen-nyeri_7895.html

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts